Ku lepaskan stetostopku dari telingaku, "ibu,tensi ibu tadi pagi berapa??"
"120/90 sus, kalo sekarang berapa sus?" tanya ibu lagi padaku.
"sekarang naik ibu,jadi 140/100. Ibu habis ke kamar mandi?"ibu itu menggeleng pertanda dia mengikari pertanyaanku "kalo gitu,kenapa tensi ibu naik lagi?ibu sedang memikirkan sesuatu bu??tentang apa bu?ceritakan saja bu,siapa tahu saya bisa membantu".
Kemudian ibu yang dengan pembesaran di daerah sekitar abdomen itu bercerita panjang-lebar tentang masalah yang selama ini dia pikirkan yang membuat tekanan darahnya kembali naik..
"neng,kira-kira umur ibu berapa lama lagi ya?"
"kenapa ibu tanya hal itu".
"tau ga neng,temen-temen ibu yang sepantaran,semuanya uda pada gada. Uda di panggil yang maha kuasa,betar lagi ibu pasti nyusul." cerita pasienku dengan muka yang pasrah dan sangat lemah.
"astagfirlah haladzim,ibu gak boleh berkata seperti itu. Ibu harus bersyukur masi di beri umur panjang,ibu harus bersyukur allah masih memberi kesempatan ibu untuk banyak-banyak beribadah". Entah dorongan apa yang melancarkan lidahku untuk berkata hal itu.
Lalu setelah semua tanda-tanda vitalnya selesai aku periksa,ku ijin keluar untuk memeriksa tensi pasien lain di kamar yang lain.
Ku keluar dari kamar itu dan berjalan menuju ke kamar 4 sambil menutup pintu kamar 3.
Satu langkah,dua langkah setelah meninggalkan kamar itu hatiku pun berdetak kencang, dug.dug.dug.. Teringat ucapanku barusan saat menasehati ibu tadi. Dengan mudah aku berkata pada ibu untuk terus beribadah sedangkan aku sendiri termasuk orang yang suka melalaikan solat,pasti dalam kurun waktu 1 bulan,pasti ada sholat yang terlewatkan.
Aku malu pada diriku sendiri,,
Ya allah seberapa buruk hambamu ini,karena hamba mudah berbicara tapi sulit untuk hamba melaksanakan..
"sekarang naik ibu,jadi 140/100. Ibu habis ke kamar mandi?"ibu itu menggeleng pertanda dia mengikari pertanyaanku "kalo gitu,kenapa tensi ibu naik lagi?ibu sedang memikirkan sesuatu bu??tentang apa bu?ceritakan saja bu,siapa tahu saya bisa membantu".
Kemudian ibu yang dengan pembesaran di daerah sekitar abdomen itu bercerita panjang-lebar tentang masalah yang selama ini dia pikirkan yang membuat tekanan darahnya kembali naik..
"neng,kira-kira umur ibu berapa lama lagi ya?"
"kenapa ibu tanya hal itu".
"tau ga neng,temen-temen ibu yang sepantaran,semuanya uda pada gada. Uda di panggil yang maha kuasa,betar lagi ibu pasti nyusul." cerita pasienku dengan muka yang pasrah dan sangat lemah.
"astagfirlah haladzim,ibu gak boleh berkata seperti itu. Ibu harus bersyukur masi di beri umur panjang,ibu harus bersyukur allah masih memberi kesempatan ibu untuk banyak-banyak beribadah". Entah dorongan apa yang melancarkan lidahku untuk berkata hal itu.
Lalu setelah semua tanda-tanda vitalnya selesai aku periksa,ku ijin keluar untuk memeriksa tensi pasien lain di kamar yang lain.
Ku keluar dari kamar itu dan berjalan menuju ke kamar 4 sambil menutup pintu kamar 3.
Satu langkah,dua langkah setelah meninggalkan kamar itu hatiku pun berdetak kencang, dug.dug.dug.. Teringat ucapanku barusan saat menasehati ibu tadi. Dengan mudah aku berkata pada ibu untuk terus beribadah sedangkan aku sendiri termasuk orang yang suka melalaikan solat,pasti dalam kurun waktu 1 bulan,pasti ada sholat yang terlewatkan.
Aku malu pada diriku sendiri,,
Ya allah seberapa buruk hambamu ini,karena hamba mudah berbicara tapi sulit untuk hamba melaksanakan..
1 komentar:
Deu, kalo ngomongin sholat jagi ngerasa kesindir neh... :'(
Posting Komentar